Perjalanan panjang telah aku lalui bersamamu sejak aku duduk di bangku Sekolah Menenggah Pertama. Satu langkah awal untuk menapaki setiap liku kehidupan yang menggiringgiku.
Gunung Merapi; indah, mistis dan penuh teka-teki. Pertama kali aku mengginjakkan kakiku di punggungmu, dinggin menusuk tulang, aku lupa bulan apa .... yang jelas tahun 1995. Maih binggung apa yang akan kubawa, apa yang harus aku persiapkan, NEKAT mungkin lima huruf itu saja yang mampu kubawa saat pertama perjalanan ku. Dinggin menusuk tulang, deru anggin di punggung pasar
bubrah seakan berbisik tentang ganasnya hidup, setiap hembusannya membawa angganku pada cita-cita untuk sampai di puncak Garuda. Letih, peluh bercucuran, segera hilang bersama hembusan anggin, semanggat membara ahirnya mengantarku ke puncak Garuda. Inilah pertama perjalananku dimulai.
#Merapi fia Selo
Perjalanan selanjutnya Gunung Merbabu. Disini aku menemukan saudara baru, saudara yang tulus, tanpa pamrih. Pak Warno sekeluarga. Tinggal di desa terahir kaki Merbabu, dengan kesederhanaannya beliau menjamu kami. Nikmat, sungguh nikmat makan malam kami hari ini walau hanya dengan nasi jagung dan sayur daun kobis.
Puncak merbabu begitu jauh dari mata, tak sanggup menaklukannya untuk yang pertama, aku kembali dengan asa, akan menaklukkan diriku sendiri di lain kesempatan. Merbabu yang eksotik, darimu aku belajar, bahwa lebih sulit menaklukkan ego diri sendiri.
#Merbabu fia Wekas
Belum puas menapaki indahnya pegunungan pulau Jawa lanjut ke daerah Timur. Gunung Lawu tujuan brikutnya. Perjalanan menuju Lawu kita akan disuguhi oleh perbukitan yang telah disulap menjadi lahan pertanian warga. Tak ada lagi pohon-pohon besar penyangga bumi. Tapi semuannya tetap indah, dan anggin yang menerpa menjadikan kenyamanan pada dada. Cemoro Sewu, Cemoro kandang jalur in dan out yang harus kita lalui. Menantang dengan lekuk curam dan tanjakan terjal, membawaku pada Sumur Jolotundo, dan ahirnya puncak Lawu.
Perjalanan pulang menuju Bascamp kali ini tak semudah perjalananku yang lain, Entah apa yang dipikirkan langgit sehingga Dia menurunkan seluruh isi airnya ke bumi, membuat perjalana kami semakin berat, jalan sempit terjal menurun sontak menjadi penuh dengan air, seperti sunggai kecil yang menggular ke bawah. Sulit..... ya, tapi kami punya semanggat, berjam-jam kami lalui dalam guyuran hujan, rasannya tak bermakna jas hujan yang kami pakai. BASAH. Tapi bukankah hujan itu nikmat.... nikmat karna aku tak perlu enyembunyikan butiran air yang keluar dari mataku, nikmat karna aku harus lebih berkonsentasi pada jalur, nikmat karna aku harus lebih percaya pada alam. Dengan sisa tenaga ahirnya kami sampai di Basecamp. Benar-benar mensyukuri nikmat hidup yang sesungguhnya.
#Gunung Lawu fia Cemoro Sewu
Kembali ke tenggah, masih ada Gunung Sumbing.Gunung tertinggi di Jawa Tenggah ini menantang untuk dinikmati keindahannya. Tandus, terjal, minim air. Naik Sumbing mengguras tenaga, trek yang terjal, sempit, membuat kita haus berkonsentrasi penuh. sudah hampir lupa karna itu sudah 15 tahun yang lalu, ketika fisik masih kuat, ketika raga mampu menopang carrier 80 liter. Kenangan yang tersisa adalah ketika turun dan harus kehabisan air, ... air.... sungguh barang berharga yang lebih berharga dari emas sekalipun. Hanya tinggal 1 botol air mineral 500ml tergenggam di tanggan, dan itu untuk ber 2..... tidak bisa bikin mie, apalagi untuk yang lain. perjalanan panjang turun yang hampir 4 jam lebih hanya dengan 500ml air untuk ber 2. Ya...ber 2 kamu dan aku... Teman seperjalanan ku dari waktu ke waktu dan semoga sampai ahir hayatku #mleber ni critannya.
Back to topic..... Putar otak, harus pikir hemat air untuk ber 2. Ahirnya setiap berpapasan dengan pendaki lain, beramah tamah dengan modus..."minta air ada mas, mbak...?" xixixiii. Ahirnya berbekal botol air miniral kosong yang kami temukan di jalan, dapat lagi deh 500ml air hasil "ngemis"... aman...sedikit aman.
Ada pendaki yang baikhati menawarkan sebotol minuman penambah stamina... alhamdulillah. Gunung mengajarkan pada kami; seberapa kaya dan terkenalnya dirimu, di gunung semuannya tak berarti. Hanya ada diri sendiri, teman seperjalanan dan Tuhan. Semuannya tak bisa dibeli, hanya bisa didapat dengan senyum dan hati yang tulus. Dari gunung kita juga bisa belajar; perjuangan. Jalan terjal berliku, trek tajam menukik, semua harus dilalui dengan semanggat dan keyakinan.
Puncak bukan suatu tujuan, perjalanan itu sendirilah tujuan kita. Tidak bisa kita taklukkan alam dan gunung, yang kita taklukkan adalah diri kita sendiri dan seluruh keegoan kita.
#Sumbing fia Kledung
Belum juga terpuaskan mata dan batin untuk menikmati keindahan alam ciptaan Allah. Sebrang gunung Sumbing menjulang tak kalah tinggi Gunung Sindoro. Terkenal karna kembar Sindoro-Sumbing seperti juga Merapi-Merbabu; rasannya tak pantas untuk dilewatkan. Perjalanan kali ini masih berdua dengan DIA yang setia menemaniku melalui setiap perjalananku. Agak sedikit ngos-ngosan karna trekking yang panjang lebih dari 9 jam. Cukup menguras tenaga walau tak seterjal Sumbing, tapi sama aja melelahkan. Perjalanan ini kita lalui bersama dengan canda dan tawa. Menertawakan nafas kita yang tersenggal, menertawakan celana yang melorot karna perut kemudian menjadi kecil. xixixii.... agak aneh emang kenapa setiap naik gunung celana menjadi kendor...larut dalam air keringgat mungkin ya lemaknya...:).perjalanan yang melelahkan terbayar dengan panorama indah puncak Sindoro. Puncak yang luasnya hampir sama dengan 7x lapangan bola, Subhanallah. Indah tak terkira.
PANORAMA INDAH DARI SINDORO
Perjalanan ini begitu indah
Hawa dinggin menusuk tulang dan hembusan anggin gemuruh
Tak menyurutkan langkah kita berdua menempuh
Suguhan bunga edelwais cantik menyeluruh
Memanjakan mata getarkan sukma
Perjalanan ini begitu sempurna
Sempurna merasakan keagunggan Illahi
Sempurna memaknai diri
Sempurna merasakan damai
Perjalanan yang sempurna
Sujud kupersembahkan padaMu Allah
Pada setiap puncak yang kulalui bersamamu
Beralas rumput atau pasir, hanya untukmu Allah
Aku kecil, aku lemah tak berarti di hadapanMu
#terimakasih untuk Di4 yang menemaniku dalam setiap perjalanaku